Setidaknya ada 3 cara memiliki bisnis, yakni pertama : membangun bisnis dari nol, kedua : membeli bisnis orang lain, dan ketiga : berinvestasi ke bisnis orang lain. Untuk pilihan pertama, yakni membangun bisnis dari nol, banyak ilmu, keterampilan, dan yang pastinya keberanian untuk memulainya. Anda bisa mulai belajar di artikel Memulai Bisnis : Jualan Dulu atau Produksi Dulu? ini.
Namun untuk pilihan kedua dan ketiga, yakni membeli bisnis orang lain dan berinvestasi ke bisnis orang lain ada satu hal khusus yang harus Anda perhatikan, yakni, apakah bisnis tersebut masih layak Anda miliki? Ataukah bisnis tersebut sudah sekarat dan tidak layak untuk Anda miliki?
Di artikel kali ini, Anda akan diajak untuk mengetahui cara mendeteksi bisnis yang sekarat sehingga Anda bisa terhindar dari investasi buruk.
Untuk dapat mendeteksi apakah sebuah bisnis sehat atau bisnis yang sekarat, yang Anda perlukan adalah laporan keuangan perusahaan/bisnis yang hendak Anda beli atau miliki.
Laporan Keuangan
Menurut Wikipedia, Laporan Keuangan adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja perusahaan tersebut.
Laporan keuangan adalah bagian dari proses pelaporan keuangan.
Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi Neraca, Laporan laba rugi, Laporan perubahan ekuitas, Laporan perubahan posisi keuangan yang dapat disajikan berupa laporan arus kas atau laporan arus dana.
Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan.
Penting untuk Anda catat bahwa laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan pemakai dalam mengambil keputusan ekonomi karena secara umum menggambarkan pengaruh keuangan dan kejadian masa lalu, dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi nonkeuangan.
Untuk bisa memiliki data keuangan yang lengkap, minimal Anda perlu memiliki laporan keuangan sebuah bisnis selama 3 sampai 5 tahun terakhir.
Kalau bisnis yang hendak Anda ambil alih ini bisnis baru, setidaknya Anda perlu memiliki data laporan keuangan bisnis semenjak di buka sampai saat ini.
Nah, setelah Anda memiliki laporan keuangan bisnis yang hendak Anda beli atau akuisisi, Anda bisa mulai mendeteksi 5 ciri sebuah bisnis yang sekarat.
1. Penurunan Pendapatan dan Penumpukan Utang
Di laporan keuangan sebuah bisnis, Anda bisa melihat bagaimana sebuah bisnis menghasilkan pendapatan dan profit tahunannya. Selain itu, terkadang, tercatat juga kewajiban utang yang sedang berjalan setiap tahun pembukuan.
Jika Anda mengamati bahwa sebuah bisnis, dari laporang keuangannya, ternyata mengalami penurunan pendapatan selama beberapa periode terakhir, Anda harus hati-hati.
Jika selain penurunan pendapatan, Anda juga mengamati adanya peningkatan jumlah utang dari periode ke periode pembukuan, maka bisa dipastikan bisnis yang sedang Anda hendak ambil alih ini dalam kondisi yang tidak sehat atau dapat dikatakan sebagai bisnis yang sekarat.
2. Ekspansi Berlebihan
Ciri kedua sebuah bisnis yang tidak sehat dan cenderung sekarat adalah ekspansi berlebihan dari si pemilik bisnis di tengah kondisi laporan keuangan yang tidak sehat.
Ekspansi berlebihan dicirikan dengan adanya pembukaan unit-unit usaha baru, penambahan barang-barang produksi baru, atau penambahan cabang baru. Proses ekspansi tentu memerlukan dana tunai yang besar, jika memang pendapatan perusahaan terus menurun, tentu dana tunai ini diperoleh lewat skema pinjaman yang dicerminkan dengan kenaikan utang perusahaan.
Minimnya pendapatan dan besarnya beban utang yang ditambah dengan kewajiban untuk mengelola ekspansi yang membutuhkan energi dan sumber daya yang pasti akan menambah beban pengeluaran tentu bukan hal yang baik dilakukan di tengah kondisi perusahaan yang sedang kurang sehat.
Ekspansi berlebihan juga kerap membagi fokus perhatian si pemilik bisnis untuk mengurusi sektor usaha baru dan mengurangi perhatiannya di sektor bisnis yang sedang berjalan. Hal ini buruk karena akan mengurangi kinerja tata kelola perusahaan yang seringkali berakibat semakin buruknya kinerja bisnis.
3. Skema Baru Untuk Menghasilkan Pendapatan Yang Mustahil
Ciri selanjutnya dari sebuah bisnis yang sekarat adalah adanya rencana atau skema baru untuk menghasilkan pendapatan yang mustahil untuk diraih.
Jika ada seseorang yang menawarkan kepada Anda untuk membeli bisnisnya atau untuk berinvestasi ke dalam bisnisnya dan dia menjelaskan prospek bisnis serta skema rencana bisnis tapi dengan hitung-hitungan yang terlalu fantastis, Anda harus hati-hati.
Anda bisa melihat atau mempelajari dari bisnis sejenis dan mencari tau apakah skema sumber penghasilan yang ditawarkan tadi masuk akal atau tidak.
Jika memang masuk akal, barulah periksa bagaimana laporan keuangan perusahaan.
Jika tidak masuk akal, Anda tak perlu repot-repot melanjutkan untuk bekerja sama dengan si pemilik bisnis karena sudah pasti apa yang ia tawarkan adalah pepesan kosong belaka.
4. Obligasi Korporat Dengan Yield-To-Maturity (YTM) Yang Membengkak
Perusahaan-perusahaan tertentu dapat menerbitkan Obligasi atau Surat Utang dalam jangka waktu tertentu. Surat utang dalam bentuk obligasi ini diterbitkan untuk mengumpulkan modal guna melakukan proses bisnis yang diperlukan agar sebuah perusahaan bisa berkembang.
Selain obligasi korporasi, negara juga bisa menerbitkan obligasi. Bedanya adalah obligasi negara dijamin aman karena pembayaran uang pokoknya dijamin negara. Sedangkan, obligasi korporasi memiliki resiko karena tidak ada jaminan apakah si perusahaan mampu membayar pokok utang obligasi ketika jatuh tempo? Hal ini sangat tergantung pada performa bisnis perusahaan.
Nah, salah satu indikator dalam obligasi yang menunjukkan apakah sebuah obligasi bisa dikatakan aman dari resiko gagal bayar atau tidak adalah YTM (Yield to Maturity) atau imbal hasil sampai obligasi jatuh tempo.
Di artikel kali ini, Anda tidak akan banyak mendapat penjelasan mengenai YTM, akan tetapi intinya adalah semakin aman kondisi ekonomi suatu negara atau kondisi keuangan perusahaan, maka biasanya nilai YTM atau Yield obligasi yang diterbitkan pun semakin rendah.
Semakin aman suatu negara (yang ditunjukkan dengan rating), biasanya Yield yang diminta juga akan semakin rendah seperti di Indonesia.
Semakin besar resiko gagal bayar sebuah obligasi, misal jika negara dalam keadaan kacau perekonomiannya atau sebuah perusahaan yang sedang di ambang kebangkrutan dan menerbitkan obligasi guna upaya menyelamatkan diri dari kebangkrutan maka biasanya obligasi yang diterbitkan akan memiliki nilai Yield atau YTM yang tinggi.
Tinggi atau rendahnya nilai YTM perusahaan bisa dibandingkan dari nilai YTM obligasi perusahaan-perusahaan dari kalangan industri sejenis.
5. Industri Yang Tenggelam
Pernahkah Anda mengenal istilah Wartel atau Warung Telepon? Bagi Anda yang besar di era awal tahun 1990-an, mungkin akan akrab dengan istilah ini.
Wartel adalah bisnis penyewaan jasa telepon pengganti telepon umum. Di wartel, orang bisa menggunakan telepon untuk melakukan panggilan telepon baik lokal, interlokal, ataupun ke mancanegara dengan tarif tertentu sesuai dengan tujuan dan lama waktu melakukan panggilan telepon.
Bisnis wartel ini dulu sempat besar karena tidak banyak orang yang memiliki fasilitas komunikasi berupa telepon rumah. Pada masa itu, bisnis wartel ini sangat menggiurkan dan bisa dikatakan sangat bermanfaat bagi masyarakat.
Namun, memasuki awal tahun 2000-an ketika telepon seluler mulai banyak diperjualbelikan dengan harga terjangkau, bisnis wartel ini lambat laun mulai pudar, sekarat, dan mati tak tersisa.
Saat ini, orang dengan mudahnya melakukan panggilan telepon menggunakan handphone di manapun dan kapanpun.
Nah, wartel ini adalah contoh bagaimana sebuah industri tenggelam karena persaingan atau perubahan zaman.
Jika Anda ditawari membeli sebuah bisnis atau berinvestasi dalam sebuah bisnis, pastikan bahwa bisnis yang hendak Anda miliki ini bukanlah bisnis yang sedang memasuki masa senja.
Sebuah bisnis bisa mati jika ia tenggelam karena adanya disrupsi bisnis lain yang mampu secara telak menggantikan posisinya.
Sebuah bisnis yang tenggelam atau bisnis yang sekarat dicirikan dengan mulai turunnya pendapatan, segala upaya untuk mendongkrak penjualan pun sia-sia, sehingga sudah dapat dipastikan jika diteruskan maka akan muncul utang yang besar dan bangkrut perlahan-lahan.
Demikianlah 5 ciri bisnis yang sekarat. Semoga berguna bagi Anda yang saat ini sedang menjalankan bisnis ataupun sedang mencari-cari peluang investasi bisnis yang bagus untuk masa depan Anda.
Selamat berbisnis!
Baca Artikel Terkait