Di awal tahun 2006, waktu itu saya merintis usaha ternak domba kecil-kecilan. Berawal dari 6 ekor anak domba di tahun tersebut jumlahnya bertambah menjadi 10 ekor domba di tahun 2007, dan berkembang lagi menjadi kurang lebih 20 ekor di awal tahun 2008. Namun, di tahun 2009 mendadak saya sulit sekali menjual domba-domba saya menjelang Idul Adha, padahal permintaan domba kurban kala itu masih tinggi. Aneh. Alhasil, tahun 2009, saya menutup usaha saya ini dengan hanya kerugian yang lumayan bikin meringis. Beberapa tahun kemudian, baru saya sadari apa yang salah dengan usaha saya kala itu. Dan artikel kali ini sengaja saya tulis untuk menjabarkan kesalahan-kesalahan saya tersebut. Penasaran? Yuk, simak lebih lanjut dan sadari perubahan sedari dini jika Anda tidak mau kandas tergilas.
KATA KUNCI dari kesalahan saya waktu itu adalah PERUBAHAN. Ya, perubahan. Kala itu saya tidak peka terhadap adanya perubahan dalam proses bisnis yang terkait jual beli domba kurban.
Sampai sebelum tahun 2008, pola jual beli hewan kurban setiap menjelang Idul Adha masih menjalankan pola penjualan tradisional. Para bandar atau penjual hewan kurban ini akan membawa hewan-hewan kurban dari kampungnya masing-masing untuk “dipajang” di kandang dadakan yang dibikin di pinggir-pinggir jalan dekat pemukiman atau perkantoran di kawasan perkotaan.
Calon-calon pembeli yang hendak membeli hewan kurban ini, akan mendatangi kandang-kandang dadakan ini untuk memilih, menawar, dan jika harga disepakai, maka terjadi transaksi pembelian. Penjual hewan kurban ini kemudian akan mencatat alamat serta no telepon si pembeli untuk keperluan pengantaran hewan kurban pada hari-H hewan ini hendak disembelih.
Ya, seperti itulah kira-kira pola jual beli hewan kurban yang terjadi dari tahun ke tahun sebelum terjadi perubahan pola di tahun 2008.
Di tahun 2008, seingat saya, pola penjualan sudah mulai bergeser. Kanal komunikasi penjualan melalui internet (sosial media dan website) sudah mulai diperkenalkan oleh beberapa organisasi yang melayani pembelian hewan kurban, misal Dompet Dhuafa.
Selain pola penjualan, perubahan yang kentara sekali adalah pola transaksi pembelian hewan kurban ini. Kalau sebelumnya, penjual dan pembeli bertemu untuk bertransaksi, kini, pembeli cukup berkomunikasi lewat media online untuk berkomunikasi serta kemudian bertransaksi melalui transfer bank.
Pola jual beli online ini mau tidak mau memengaruhi pola distribusi hewan kurban ini. Karena transaksi online tidak mengenal batas wilayah, maka hewan yang dipilih dan diantarkan kepada si pembeli pun tidak harus yang berada di lingkungan tempat tinggal si pembeli. Namun, bisa saja dikirim dari tempat penampungan terpusat di kota di mana si pembeli tinggal.
Bagi si pembeli yang seringkali tidak pandai menawar, tidak paham seperti apa sih hewan kurban yang bagus kualitasnya dan baik secara aturan kurban, tentu hal ini menjadi faktor kenyamanan tersendiri.
Organisasi yang melayani pembelian hewan kurban secara online ini tentu sudah menyiapkan dokumentasi hewan-hewan yang dibeli oleh para pelanggan mereka. Organisasi ini juga memiliki reputasi yang baik dan mampu membangun kepercayaan masyarakat yang hendak melakukan ibadah kurban dalam hal penyediaan hewan kurban yang sehat, serta distribusi ke kantong-kantong pemukiman yang memang membutuhkan sumbangan hewan kurban.
Konsep yang diusung juga bergeser. Sebelumnya, berkurban adalah urusan yang cukup membingungkan bagi beberapa orang yang awam soal hewan kurban. Tidak banyak orang yang mengetahui seperti apa sih hewan kurban yang sehat itu, yang bagus, dan baik secara aturan. Namun, lewat komunikasi yang baik menggunakan media internet, beberapa organisasi ini mampu memberikan edukasi dan membangun kepercayaan kepada banyak calon pembeli potensialnya.
Garansi juga mereka berikan lewat dokumentasi dari hewan-hewan yang telah dibeli. Disediakan pula informasi yang akurat tentang bagaimana nanti hewan ini akan dikirim dan lokasi pengiriman yang memang adalah lokasi-lokasi yang sungguh membutuhkan sumbangan hewan kurban ini, yang bahkan sampai ke pelosok-pelosok desa di wilayah Indonesia.
Target marketnya jelas, kalangan pekerja kantoran yang sibuk dan tidak punya waktu banyak untuk membeli secara langsung dan berkoordinasi dengan pengurus mesjid setempat di mana hewan tersebut hendak disumbangkan.
Perubahan-perubahan inilah yang luput saya perhatikan seiring perkembangan jalur jual beli online di Indonesia. Dari mulai lapak jualan, pola transaksi, pola distribusi, serta konsep penawaran yang menyasar kalangan masyarakat yang membutuhkan kenyamanan dalam bertransaksi.
Meskipun jual beli hewan kurban secara tradisional masih berlangsung hingga saat ini, tapi angka penjualan hewan kurban secara online terus meningkat setiap tahunnya. Banyak bandar hewan kurban yang mengeluh karena penjualannya menurun.
Ya, PERUBAHAN inilah yang membuat usaha ternak domba saya tutup di tahun 2009. Tidak semua peternak mengalami kemunduran seperti yang saya alami. Mereka yang bertahan dan berkembang adalah para peternak yang bermitra sebagai penyedia hewan kurban kepada organisasi-organisasi ini. Sayangnya, kala itu saya tidak menyadari apa yang terjadi, dan akhirnya dengan putus asa saya menyudahi usaha ternak saya tadi dengan menjual domba-domba yang tersisa dengan harga murah di bawah harga pasar.
Kesalahan saya jelas, saya tidak peka dengan perubahan yang timbul akibat pola jual beli online melalui media internet. Pola ini mencakup pola transaksi, pola distribusi, serta target market yang melek internet kala itu.
Lalu pelajaran apa yang saya ambil dari pengalaman masa lalu saya tersebut yang bisa saya bagi kepada Anda?
Pelajaran pertama : buka mata, buka telinga, buka hati, dan buka pikiran Anda terhadap segala hal di sekitar Anda. Perubahan kadang terjadi secara perlahan, tapi juga kadang cepat sekali sampai Anda tidak menyadarinya.
Pelajaran kedua : internet membawa perubahan yang signifikan dalam pola kehidupan di sekitar kita. Tidak mungkin kita melawan perubahan ini dan resistan (bertahan) dengan pola-pola yang tradisional. Semakin kita melawan, semakin kita akan digerus oleh perubahan.
Pelajaran ketiga : seberapa pun tradisionalnya Anda, tidak ada ruginya ikut memahami perubahan yang terjadi, sehingga Anda lebih mudah memahami perubahan yang terjadi pada target pasar yang Anda tuju bagi bisnis Anda.
Pelajaran keempat : semakin Anda aktif turut serta dalam perubahan yang terjadi, semakin bisnis Anda lebih relevan di mata konsumen Anda. Ya, lihat saja bagaimana sekarang banyak toko-toko tradisional yang kalah bersaing dengan toko online yang lebih banyak menyajikan ragam produk yang murah, berkualitas, beraneka model, serta cara pembelian yang praktis bagi mereka yang sibuk dan jarang punya waktu lebih untuk berbelanja.
Perubahan adalah suatu keniscayaan yang akan terjadi. Percuma mencoba bertahan dan melawan. Lebih baik Anda ikut serta dalam perubahan ini sembari menikmati prosesnya.

Baca Artikel Terkait
Pingback: 10 Alasan Utama Mengapa Anda Perlu Mengamati Pasar Terus-Menerus - Celoteh Bisnis