Beberapa waktu lalu, saya dihubungi seorang telemarketer yang menjual produk berupa pinjaman KTA (Kredit Tanpa Agunan).
Setelah terlibat perbincangan yang agak-agak standar, tiba-tiba saya merasa kesal ketika si telemarketer ini menawarkan sesuatu yang menurut saya agak tidak masuk akal dan menyimpang dari peruntukan si produk KTA yang ia tawarkan.
Berikut cuplikan sedikit perbincangan kami :
Saya -> S
Telemarketer -> TS : …
T : Siapa tahu Bapak butuh pinjamannya Pak. Buat apa aja boleh kok.
S : Maaf, Mas, kebetulan lagi gak butuh.
T : Ya mungkin Bapak bisa ambil KTA-nya untuk Bapak DEPOSIT-kan?
S : Hah?! KTA untuk didepositokan? Gak salah, Mas? Rugi saya dong, kalo saya ambil KTA trus uangnya saya depositokan. Mas, pernah berhitung bunganya?
T : Ya, kali aja Bapak mau begitu Pak. Atau mungkin ambil dulu KTA-nya siapa tau nanti-nanti butuh.
S : Wah, ya jangan sampai butuh dong, Mas. Mudah-mudahan gak pernah butuh.
T : …
Kekesalan saya bukan pada proses ketika saya harus menghadapi telemarketer yang gigih menawarkan produk KTA tadi, tapi lebih kepada kedangkalan pengetahuan dan pemahamannya terkait dengan produk yang ia jual. Dan bisa jadi ketidakjujuran yang ia lakukan hanya demi terjadi closing penjualan.
Dari peristiwa singkat tadi, setidaknya ada 3 prinsip penting yang hendaknya setiap pebisnis dan penjual jalankan ketika menjual suatu produk atau jasa.